Selasa, 18 September 2012

Agama Hindu Dharma


Apakah yang dimaksud dengan Agama, Apakah Tujuan Agama Hindu, dan Bagaimana bentuk Ajaran Agama Hindu? Pertanyaan yang sulit bukan? Mari kita simak uraian dari Sang Guru. Semoga Bermanfaat.

Rsi Darmakerti tidak dapat menutupi kegembiraannya setelah mendengar pertanyaan tersebut. Dengan tersenyum Sang Guru berkata,
“Guru sungguh gembira anaknda menanyakan hal tersebut. Tidak ada salahnya bertanya anakku, apalagi hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan jiwa dan nanti dapat diamalkan kepada masyarakat. Dan memang agama kita adalah buku terbuka bagi siapa yang berkeinginan untuk mengetahuinya.
 Baiklah anakku, istilah agama itu berasal dari bahasa sansekerta “a” dan “gam”, “A” artinya tidak dan “Gam” artinya pergi. Jadi kata agama artinya tidak pergi, tetap ditempat atau langgeng. Namun arti agama secara kerohanian adalah Dharma dan kebenaran abadi yang mencakup seluruh jalan kehidupan manusia.
Agama adalah kepercayaan hidup pada ajaran-ajaran suci yang diwahyukan oleh Sang Hyang Widhi, yang kekal abadi. Anakku, agama yang kita anut bernama Agama Hindu atau Hindu Dharma. Agama Hindu ini diwahyukan oleh Sang Hyang Widhi yang diturunkan kedunia, dan pertama kalinya berkembang disekitar sungai Suci Sindu.
Tujuan Agama Hindu ini adalah untuk mencapai kedamaian rohani dan kesejahteraan hidup jasmani yang disebut sebagai “Moksartham Jagadhitaya Ca Iti Dharma” yang artinya Dharma atau Agama itu adalah untuk mencapai Moksa dan mencapai kesejahteraan mahluk (jagadhita). Moksa juga disebut mukti artinya mencapai kebebasan jiwatman atau kebahagiaan rohani yang langgeng.
Agama itu kalau diibaratkan sebagai rumah, tentunya supaya kokoh maka rumah itu pasti memiliki rangka, demikian juga halnya dengan agama Hindu. Agama Hindu memiliki kerangka dasar yang berjumlah tiga yaitu:

  1. Tatwa atau filsafat;
  2. Susila atau etika;
  3. Upacara atau ritual.

Walaupun terbagi-bagi, tetapi dalam kenyataannya mereka itu terjalin menjadi satu, kerangka itu tidak dapat berdiri sendiri-sendiri tetapi merupakan suatu kesatuan yang harus dimiliki dan dilaksanakan oleh umat Hindu. Jika filsafat saja diketahui tanpa melaksanakan ajaran susila dan upacara, tidaklah sempurna. Demikian juga apabila melaksanakan upacara saja tanpa dasar filsafat dan etika, percuma pulalah upacara-upacara tersebut, walaupun bagaimanapun besarnya upacara tersebut.

Jika diandaikan Agama Hindu itu adalah sebuah telor, maka sari telur atau kuning telur yang mengandung gen-gen mahluk hidup adalah tatwa atau filsafatnya, putih telor, yang berisikan sari pati untuk menukung embrio supaya lahir menjadi individu sempurna adalah susila atau etika, sedangkan kulit telur yang terlihat dari luar dan yang melindungi putih dan kuning telur adalah upacara atau ritual. Telur itu tidaklah sempurna apabila salah satu dari ketiga hal tersebut cacat.”
“Oh Guru yang Agung, sunggung lega hati hamba mendengar penjelasan Gurunda tersebut. Demikian tinggi ajaran Agama Hindu tersebut yang semula membingungkan hamba untuk mempelajarinya, tetapi dengan penjelasan dari Gurunda tentang kerangka ajaran tersebut, sungguh membuat hamba mulai memahami ajaran suci agama kita. Namun demikian Gurunda, semakin banyak yang gurunda jelaskan membuat hamba ingin bertanya lebih lanjut mengenai kerangka agama hindu tersebut”,  ujar sang Suyasa.
Senja Menutup Hari
Tanpa terasa Sang surya sudah mulai tenggelam diufuk barat, dan pasraman Rsi Dharmakerti pun mulai gelap. Para sisya sudah kembali ke asrama masing-masing.
Sang Rsi kemudian Berucap,
“Anakku, Guru merasa lega dengan ucapan anaknda dan paham akan banyaknya pertanyaan yang ingin anaknda ajukan, namun demikian hari telah mulai gelap, alangkah baiknya apabila anaknda istirahat dahulu sambil meresapi yang telah Guru sampaikan tadi. Karena sesungguhnya batu yang keras itu bukanlah dilubangi oleh suatu banjir besar akan tetapi oleh tetesan-tetesan air hujan yang terus menerus mengenainya”.
Sang Suyasa kemudian bangkit, menyembah gurunya dengan ucapan terima kasih dan doa selamat lalu mundur dengan tertib, kepala tetap menunduk dan tangan tetap terkatup didada dalam sikap panganjali.

Sumber: Buku Upadeca Parisadha Hindu Dharma 1978
Artikel Selanjutnya "Tattwa atau Filsafat".
Artikel ini merupakan lanjutan dari artikel "Doa Panganjali"


Tidak ada komentar:

Posting Komentar