Sabtu, 29 September 2012

Karma Phala Tatwa


Dimana letak keadilan ketika seseorang yang berbuat jahat hidup berbahagia, sedangkan yang berbuat baik berada pada kondisi sebaliknya? Kenapa manusia dilahirkan dalam keadaan yang berbeda-beda? Mari kita simak penjelasan dari Rsi Dharmakerti akan hal tersebut. Semoga bermanfaat.

Rsi Dharmakerti kemudian menjawab dengan tersenyum, “Bagus anakku, memang itu adalah bagian dari Panca Srada yang akan guru terangkan.
Bayangan Mengikuti Objeknya, demikian juga hukum Karma Phala
"Karma Phala terdiri dari dua kata yaitu Karma dan Phala. Karma artinya perbuatan dan Phala artinya Buah, hasil atau pahala. Jadi karma phala artinya adalah hasil dari perbuatan seseorang. Kita percaya bahwa perbuatan yang baik (subha karma) membawa hasil yang baik dan perbuatan yang buruk (asubha karma) membawa hasil yang buruk. Jadi, seseorang yang berbuat baik pasti baik yang akan diterimanya demikian juga sebaliknya yang berbuat buruk, buruk pulalah yang akan diterimanya. Dan bahkan karma phala ini dapat memberikan keyakinan kepada kita untuk mengarahkan segala tindak laku kita selalu berdasarkan etika dan cara yang baik mencapai cita-cita yang baik dan selalu menghindari jalan dan tujuan yang buruk”.
“Maafkan hamba Guru memotong penjelasan Gurunda. Bukan ragu akan keterangan Guru yang telah jelaskan, akan tetapi hamba ragu atas kenyataan dalam kehidupan ini. bukan maksud hamba menentang penjelasan Gurunda, tetapi kenyataanya ada orang yang selalu berbuat baik namun ia tetap menderita. Ada orang yang selalu berlaku curang tetapi nampaknya hidupnya selalu berbahagia. Bagaimanakah hal tersebut dapat dijelaskan dengan hukum karma phala ini Oh Guru Suci’?
Sri Dharmakerti gembira atas pertanyaan kritis muridnya ini, kemudian menjelaskan,
“Anaknda tidak perlu ragu akan hal itu, memang guru akui bahwa apa yang anaknda katakan itu kelihatannya benar. Tetapi hal ini bukan merupakan suatu hal yang membingungkan atau mengherankan bagi kita.

Pada ajaran kita hasil dari perbuatan itu dapat dibagi tiga yaitu:
  • Sancita karma phala, artinya phala dari perbuatan kita dalam kehidupan yang terdahulu yang belum habis dinikmati dan masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita yang sekarang;
  • Prarabda Karma phala, artinya phala dari berbuatan kita pada masa kehidupan yang sekarang kita dapatkan pula akibatnya pada kehidupan saat ini;
  • Kriyamana karma phala, artinya hasil dari perbuatan kita pada masa sekarang yang tidak habis kita dapatkan phalanya pada kehidupan ini sehingga tetap akan kita terima phalanya pada kehidupan kita yang akan datang.
Jadi adanya orang menderita dalam kehidupan ini walaupun ia selalu berbuat baik adalah disebabkan oleh Sancita karma yang buruk dari kehidupan sebelummnya yang belum habis diterimanya. Sebaliknya orang yang berbuat curang dan nampaknya sekarang berbahagia adalah karena sancita karmanya yang dahulu baik tetapi nantinya pasti akan menerima hasil berbuataannya tersebut pada kehidupan yang sekarang sebelum orang tersebut meninggal dan kalau masih belum habis dia nikmati phalanya, maka akan diterimanya pada kehidupan berikutnya.
Jadi, cepat atau lambat, dalam kehidupan sekarang atau nanti segala pahala dari perbuatan itu pasti akan diterima karena hal itu sudah merupakan suatu hukum”.
“Maafkan gurunda, kalau demikian tidaklah mungkin hukum ini menimbulkan rasa putus asa dan penyerahan diri jika sancita karmanya jelek dan sebaliknya akan menyebabkan orang takabur kalau sancita karmanya baik”? Ujar Sang Suyasa.
Buah yang buruk, karena karma yang buruk
“Anakku, suatu penyakit tertentu tentu ada penyebabnya. Demikian pula penderitaan itu. tetapi kita yakin bahwa penyakit atau penderitaan itu pasti dapat diatasi, kalau kita menderita kita biasanya menyesalkan nasib kita. Jika kita beruntung, kita puji nasib kita. Tetapi sebenarnya kita tidak usah menyesalkan atau memuji karena itu sudah menjadi bagian akibat dari karma kita yang terdahulu. Kita tidak dapat menghindari hasil perbuatan kita itu apakah baik atau buruk. Kita sudah melakukannya, maka kita harus menerima tanggung jawabnya. Kita juga tidak punya hak untuk menyesali orang lain karena penderitaa yang kita terima. Tetapi satu hal kita bisa perbuat yaitu kita berhak untuk membuat hidup ini, diri sendirilah membentuk dan menentukan hari depan kita. Nasib kita ada ditangan kita sendiri. Dengan berbuat baik selalu pastilah kita akan menerima kebahagian.
Jadi anakku, hukum karma phala itu tidak menyebabkan putus asa dan menyerah pada nasib (fatalistis) tetapi positif dan dinamis. Ini harus disadari. Kita harus sadar bahwa penderitaan kita disaat ini adalah akibat dari pebuatan yang lampau. Dan kita sadar pula bahwa suatu saat penderitaan itu akan berakhir dan diganti dengan kebahagiaan, asal kita berbuat baik selalu walaupun dalam kita menderita. Perbuatan kita yang baik disaat ini akan mengakibtakan kebahagiaan nanti.
Dengan kesadaran ini anakku, kita tidak perlu sedih atau menyesali orang lain karena mengalami penderitaan dan tidak perlu sombong, karena mengalami kebahagiaan. Itu semua adalah hasil perbuatan kita sendiri. Tetapi anakku, walau hukum karma phala itu seolah-olah berdiri sendiri didalam lingkaran sebab-akibat, tetapi itu tidak terlepas dari kekuasaan Sang Hyang Widhi. Benar bahwa perbuatan seseorang itu yang menentukan phalanya, tetapi mengenai macamnya buah dan waktu pemetikannya itu tergantung kepada keadilan Sang Hyang Widhi. Sang Hyang Widhi yang menentukan phala dari karmanya. Beliau memberikan ganjaran sesuai dengan hukum karmanya.
Jadi anakku, kelahiran kita kedunia walaupun dalam menderita adalah sesungguhnya sangat beruntung karena kita mendapat kesempatan untuk berbuat baik, meningkatkan jiwa kita untuk menentukan hidup kita yang akan datang”.
Percakapan antara Guru dan Murid ini yang begitu menarik hingga tidak menyadari hari telah mulai gelap. Sang Guru pun mempersilahkan Muridnya untuk beristirahat sambil merenungkan ajaran-ajaran yang telah diberikan, sekaligus bersembahyang untuk mengucapkan terima kasih atas karunia kehidupan yang telah diberikan oleh Hyang Widhi Wasa.

(Sumber: Buku Upadeca Parisadha Hindu Dharma 1978)
artikel ini merupakan lanjutan dari artikel "Atma Tatwa"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar