Jumat, 28 September 2012

Sanjaya (732 M) dan Raja Sailendra (Akhir abad ke 8 M) di Jawa


Raja Wangsa Sanjaya dari Kerajaan Mataram telah melakukan penaklukan-penaklukan menakjubkan di Bali, Sumatera, Kamboja dan sampai ke China. Bagaimanakah wangsa Sanjaya di Pulau Jawa pada Abad ke 8 dan bagaimana posisinya dengan kerajaan Wangsa Sailendra? Mari kita simak tulisan dari George Coedes Berikut ini. Semoga bermanfaat.

Kecuali prasasti Tuk Mas yang tanggalnya kurang tegas dan tidak besar arti sejarahnya, Jawa tidak menghasilkan prasasti sejak prasasti Purnawarman pada pertengahan abad ke 5 M, tetapi muncul kembali dengan sebuah prasasti sansekerta berangka tahun 732 M, yang ditemukan di bagian tengah Pulau, diantara reruntuhan candi di Gunung Wukir sebelah tenggara Borobudur. Yang membuat adalah raja Sanjaya yang merupakan anak dari saudara perempuan Sanna. Prasasti itu memberitakan didirikannya sebuah lingga di Pulau Yava, “Kaya akan sereal dan tambang emas”, di negeri Kunjarakunja.

Candi Borobudur
Sebuah teks lebih baru menganggap Sanjaya telah melakukan penaklukan-penaklukan menajubkan di Bali, Sumatera, Kemboja dan sampai di China. Sebuah prasasti bertanggal 907 M menggambarkan Sanjaya sebagai seorang pangeran Mataram (bagian Selatan Jawa Tengah), dan sebagai yang pertama dari suatu garis keturunan. Pangeran yang kedua, yaitu Panangkaran memerintah tahun 778 M, menurut prasasti Kalasan, di bawah kekuasaan Dinasti Sailendra.

Nama Sailendra yang artinya “Raja Gunung” dengan gelar mereka yaitu Maharaja, merupakan suatu peristiwa internasional yang terpenting. Nama raja gunung ini menimbulkan hipotesis mengenai adanya hubungan dengan gelar raja di Fu-nan. Hipotesis ini lebih mantap sejak ditemukannya nama Naravarnagara, ibu kota Fu-nan yang terakhir di bagian selatan semenanjung Indochina, dalam bentuk Varanara dalam sebuah prasasti abad ke-9 yang menyebutkan bahwa sebagai pemegang pemerintahan negeri itu adalah seorang raja bernama Bhujayotunggadewa yang rupanya pendiri dinasti Sailendra di Jawa. Kata Naravara juga muncul dalam prasasti Kelurak. Dalam prasasti Kelurak tersebut juga disebutkan bahwa monumen dan prasasti itu dibuat bukanlah oleh Maharaja Panangkaran, tetapi seorang raja atasan maharaja itu.

Candi Kalasan
Raja pertama yang memerintah di daerah dataran Kedu (juga merupakan tempat pemerintahan wangsa Sanjaya) sepertinya adalah Sang Ratu I Halu yaitu kira-kira tahun 768 M. Tetapi ada sesuatu yang sudah pasti, yaitu bahwa munculnya wangsa Sailendra ditandai dengan melejitnya Buddhisme Mahayana secara tiba-tiba. Pada tahun 778 M, Maharaja Panangkaran atas permintaan guru kebatinannya, mendirikan sebuah tempat pemujaan yang dipersembahkan kepada Dewi Buddhis Tara dan mengikatkan desa Kalasa kepadanya. Bangunan ini merupakan Candi Kalasan.

Pada tahun 782 seorang raja Sailendra yang dinobatkan dengan nama Sangramadhananjaya yang bergelar “pembunuh pahlawan-pahlawan musuh”,  mensucikan sebuah arca dari Bodhisattva Manjusri di Kelurak, tidak jauh dari Kalasan.  Arca ini sekaligus menyatukan ketiga permata agama Buddha (Triratna), Trimurti Brahmanis dan semua Dewata. Rupanya karena pengaruh dari Benggala Barat dan dari Universitas Nalada, maka aksara dari India Utara untuk sementara dipakai didalam prasasti di Kalasan dan Kelurak dan kemudian di Kamboja (kekuasaan raja sailendra ini diperkirakan sampai ke Kamboja).

Candi Sari
Candi lainnya adalah Candi Sari yang merupakan tempat tinggal biarawan yang ada tempat pemujaannya, yang kira-kira sejaman dengan Candi Kalasan, dan tentunya yang paling populer adalah Candi Borobudur.

Ada hipotesa yang menyatakan bahwa raja-raja Sailendra ini berasal dari kerajaan Sriwijaya, karena pada abad ke 11 M (atau boleh jadi abad ke 10 M), raja-raja Sriwijaya memang benar dari wangsa Sailendra, namun tidak ada bukti satu pun bahwa keadaannya pada abad ke 8M memang sudah demikian.

Dari sejarah, kita belajar masa lalu, merencanakan masa depan, pijakkan tindakan saat ini. Semoga Damai Selalu didalam LindunganNya.

Sumber: buku karya George Coedes “Asia Tenggara Masa Hindu Budha”
Artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel "Perkembangan Sriwijaya di Sumatera (Akhir abad 7 s.d. abad 9 M)"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar