Senin, 01 Oktober 2012

Moksa


Tujuan Dharma adalah Jagathita dan Moksa. Apakah yang dimaksud dengan Moksa dan bagaimana mencapainya? Mari kita simak penjelasan guru berikut ini. Semoga bermanfaat.

Dikejauhan terdengar burung-burung  bernyanyi menyambut sinar matahari pagi dan suara para sisya yang tengah melaksanakan aktivitas masing-masing.

Sang suyasa kemudian bertanya memecah keheningan. 
“Gurunda, Guru telah mengajari hamba tentang konsep ketuhanan kita, atman, hubungan sebab akibat dari suatu perbuatan, dan kelahiran kembali atau punarbawa, namun hamba tidak melihat adanya makna yang harus dituju dari kehidupan tersebut, jika hidup itu ternyata hanyalah suatu lingkaran kehidupan dan kematian dari perbuatan. Apakah bisa sang atman terbebas dari lingkaran tersebut Oh Maha Guru”?

“Tentu bisa Anakku”. Jawab Sang Guru.


“Itulah yang menjadi tujuan dari agama kita anakku, namanya adalah Moksa. Seperti yang sudah Guru jelaskan pada hari sebelumnya bahwa tujuan agama hindu adalah mencapai moksa dan kesejahteraan umat manusia atau Moksartam jagathita ca itu dharmah”.

“Maafkan hamba memotong Gurunda, apakah Moksa itu sama dengan surga”?

“Tidak anakku, seperti yang sudah guru jelaskan mengenai karma phala dan punarbhawa sebelumnya, bahwa sang Jiwatman akan mengalami ikatan karena perbuatannya. Apabila perbuatannya baik, ketika meninggal maka atmanya akan menuju sorga dan akan menikmati hasil perbuatan baiknya disana dan apabila datang waktunya dia untuk lahir kembali, maka dia akan dilahirkan kembali dengan phala perbuatan baik yang belum habis atau menjadi Sancita karma phala pada kehidupan yang berikutnya. Demikian pula sebaliknya, orang yang berbuat jahat maka atmannya akan menerima siksaan di Neraka ketika kematiannya, dan ketika tiba waktunya untuk dilahirkan maka dia akan dilahirkan kembali kedunia ini untuk menerima sisa phala dan memiliki kesempatan untuk memperbaiki karmanya.

Jadi anakku, surga dan neraka itu hanyalah tempat sementara bagi sang atman untuk menerima hasil perbuatannya, kemudian dia tetap akan lahir kembali. Hal ini berbeda dengan moksa anakku, karena orang yang telah mencapai moksa tidak akan dilahirkan kembali”.

“Bagaimanakah kita dapat mencapai Moksa itu oh Gurunda”?

Moksa itu dapat dicapai dengan jalan berbakti kepada Dharma dalam arti yang seluas-luasnya untuk mendapatkan anugerah dari Sang Hyang Widhi, misalnya dengan menjalankan Catur Yoga Dengan teguh”.

”Apa yang disebut dengan Catur Yoga itu, Gurunda”? Tanya sang Suyasa.
Raja Yoga

Catur Yoga adalah empat cara mencari kesatuan dengan Sang Hyang Widhi. Keempatnya adalah:

  • Jnana yoga, yaitu dengan cara mengabdikan pengetahuan;
  • Bhakti yoga, yaitu dengan melakukan kebaikan dan pengabdian yang tulus secara terus menerus;
  • Karma yoga, yaitu melakukan perbuatan mulia dan bermanfaat tanpa pamrih;
  • Raja yoga, yaitu dengan melakukan brata, tapa, yoga, sampai semadhi.

Anaknda, semua cara ini diatur sedemikian rupa setelah disesuaikan dengan kepribadian, watak dan kesanggupan manusia. Jika seseorang itu kesanggupannya terletak pada mencari ilmu pengetahuan dan ilmu kesucian maka ajaran jnana yogalah yang seyogyanya dipakai. Jika seseorang itu mempunyai watak yang halus dan perasa serta mempunyai ketekunan dalam memuja Sang Hyang Widhi, maka cara Bhakti yogalah yang patut dipakainya demikian juga dengan karma yoga dan raja yoga.

Anaknda, walaupun cara-cara ini berjumlah empat, tetapi tidak ada yang lebih tinggi maupun yang lebih rendah. Semuanya baik dan utama tergantung pada bakat masing-masing. Dan jalan yang satu berhubungan erat dengan yang lainnya. Semuanya akan mencapai tujuannya, asal dilakukan dengan tulus ikhlas, ketekunan, kesujudan, keteguhan iman dan tanpa pamrih.

Tanpa pamrih yang guru maksudkan adalah melakukan perbuatan-perbuatan atas dasar kesucian dengan penuh keikhlasan demi kesejahteraan umum dengan tidak mengharapkan hasilnya untuk kepentingan diri sendiri (rame ing gawe sepi ing pamerih).

Ini terutama dipakai dasar oleh orang yang mengikuti cara karma yoga. Contohnya didalam bhagawadgita (II.47) Kresna menasehati Arjuna yang ragu-ragu akan kewajibannya dengan berkata: ‘kewajibanmu hanyalah bekerja dan bukan pada hasil dari karyamu. Janganlah bekerja dengan menikmati hasilnya dan jangan pula tidak mau bekerja sama sekali’.

Artinya adalah kita harus bekerja. Tidak boleh tidak bekerja, tetapi jangan menginginkan keuntungan atau kerugian atas diri sendiri. Kalau itu sudah menjadi kewajiban, lakukanlah. Dan kewajiban kita untuk masyarakat memang banyak sekali, anakku”.

Tidak terasa, matahari telah berada di tangah-tengah perjalanannya pada hari ini, sehingga sudah saatnyalah bagi sang Guru dan Murid untuk melaksanakan persembahyangan. Sambil merenungkan ajaran yang telah diberikan oleh sang Guru, sang Suyasa memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan Khusuk, tanpa terasa air mata terlinang karena perasaan yang begitu bahagia. Dan tidak lupa dalam doanya sang Suyasa mengucapkan terima kasih kepada tuhan karena telah diberikan umur yang panjang sehingga dapat mendengarkan ajaran-ajaran suci ini.


sumber: Buku Upadeca Parisadha Hindu Dharma 1978
Artikel ini merupakan lanjutan dari Artikel "Punarbhawa"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar