Suatu ajaran apabila menimbulkan kebencian, permusuhan, kehancuran, dan kesedihan, apakah manfaat ajaran seperti itu? Bagaimanakah ajaran Dharma mengajarkan kita bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari? Mari kita simak penjelasan Guru berikut ini. Semoga bermanfaat.
Keesokan
harinya, sang Guru melanjutkan memberikan ajarannya kepada Sang Suyasa, kali
ini mengenai kerangka ajaran agama hindu yang kedua yaitu Susila.
![]() |
Tat Twam Asi |
“Anakku,” Sang Guru memulai pemberian ajarannya, “Ketahuilah bahwa yang guru ajarkan hari sebelumnya adalah mengenai tatwa atau filsafat dari ajaran luhur kita. Namun ajaran filsafat itu tidak akan ada manfaatnya jika tidak kita terapkan didalam kehidupan kita.
Mungkin, anaknda pernah mendengar tentang Tat twam asi”.
“Tat Twam Asi adalah kata-kata didalam filsafat hindu yang mengajarkan tentang kesosialan yang tanpa batas karena artinya adalah ia adalah kamu, saya adalah kamu dan segala mahluk adalah sama sehingga menolong orang lain berarti menolong diri sendiri dan menyakiti orang lain berarti menyakiti diri sendiri.
Jiwa sosial ini juga diresapi oleh sinar-sinar tuntunan kesucian Tuhan dan tidak oleh jiwa kebendaan. Tat artinya itu (ia), Twan artinya Kamu dan Asi artinya adalah.
Disamping merupakan jiwa kesosialan, filsafat hidup tat twam asi ini merupakan juga dasar dari susila Hindu.
Susila adalah tingkah laku yang baik dan mulia yang selaras dengan ketentuan Dharma dan yadnya.
Yang guru maksudkan dengan Dharma dalam susila ini adalah hubungan yang serasi, selaras dan rukun antara sesama manusia dengan semesta alam, hubungan yang harmonis yang berlandaskan yadnya yaitu korban suci yang berdasarkan keikhlasan dan kasih sayang.
Anakku, didalam pustaka suci disebutkan bahwa dunia ini diciptakan oleh Sang Hyang Widhi dan dipelihara dengan pengorbanan Suci. Berarti Sang Hyang Widhi berdasarkan cinta kasihnya mengorbankan dirinya untuk menciptakan alam semesta ini. Sang Hyang Widhi tidak tinggal diluar tetapi berada didalam alam semesta itu sendiri. Dalam hal ini Sang Hyang Widi disebut dengan Sang Hyang Jagatkarana atau Sang Hyang Jagatnatha. Dan sesudah Sang Hyang Widhi menciptakan alam berdasar Yadnya ini barulah beliau menyampaikan Weda dengan perantaraan wahyu yang didengar oleh para Maha Rsi.
Karena Sang Hyang Widhi menciptakan alam semesta ini berdasarkan YadnyaNya yang kekal abadi, yang merupakan Rna (hutang) bagi kita maka patutlah kita membayar hutang itu dengan Yadnya pula. Hutang atau Rna itu ada tiga macam anakku, yaitu:
- Dewa Rna yaitu hutang pengetahuan kepada para dewa atau sinar suci tuhan;
- Pitra Rna yaitu hutang jasa kepada para leluhur;
- Rsi Rna yaitu hutang kepada para Maha rsi kita.
Kita berhutang kepada alam
Hutang tersebut patut dibayar dengan cara melakukan panca yadnya yaitu:
- Dewa Yadnya yaitu korban suci dengan tulus iklhas kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan jalan cinta bakti, sujud memuja serta mengikuti ajaran-ajaran sucinya;
- Pitra yadnya yaitu korban suci yang tulus ikhlas kepada leluhur dengan memujakan keselamatan di akhirat, menghormati orang tua serta memelihara keturunan;
- Manusa yadnya yaitu korban suci yang tulus ikhlas untuk keselamatan keturunan serta kesejahteraan umat manusia lain;
- Rsi Yadnya yaitu korban suci tulus ikhlas untuk kesejahteraan para Rsi serta mengamalkan segala ajarannya;
- Bhuta yadnya yaitu korban suci yang tulus ikhas kepada sekalian mahluk lain, baik yang kelihatan maupun yang tidak demi kesejahteraan semesta alam.
Itulah semua yadnya yang patut dilakukan anakku. Yang patut melakukan ini bukanlah satu dua orang saja tetapi seluruh umat, sesuai dengan tingkatan perkembangan kerohanian seseorang yang disebut dengan Catur Asrama serta tugas nya masing-masing (Swa darma) yang diatur oleh bakat kelahirannya masing-masing yaitu yang disebut dengan Catur Warna”.
Kemudian Sang Guru pun menjelaskan mengenai Catur Asrama dan Catur Warna sebagai berikut.
“Gurunuda, mohon diuraikan apa yang dimaksud dengan Catur Asrama dan Catur Warna itu”. Ujar Sang Suyasa.
sumber: Buku Upadeca Parisadha Hindu Dharma 1978
Artikel ini merupakan lanjutan dari Artikel "Moksa"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar