Selasa, 09 Oktober 2012

Negeri San-fo-ch’I atau Kerajaan Sriwijaya di Sumatera (Abad ke 9 s.d. 10)


Kerajaan Sriwijaya meminta perlindungan dari China atas serangan-serangan yang dilakukan oleh Jawa. Atas dukungan China itu, maka Sriwijaya kemudian berkeinginan untuk membalas serangan Jawa tersebut. Bagaimanakan George Coedes menceritakannya. Mari kita simak bersama. Semoga bermanfaat.

Candi Muara Takus
Bagi orang China, Shih-li-fo-shih telah menjadi San-fo-ch’I, yang mulai tahun 904/905 M mengirim banyak utusan ke Kanton China. Negeri itu telah menjadi penguasa yang diakui sepenuhnya di selat-selat yang dilewati seluruh perdagangan dari China ke India. Tetapi setelah menjadi kekuasaan ekonomi besar, Sriwijaya agaknya meremehkan nilai-nilai rohaniah yang pada abad ke-7 telah menarik peziarah China I-ching. Sementara raja-raja Jawa mengisi pulau mereka dengan bangunan-bangunan keagamaan, raja-raja Sriwijaya lebih menyibukkan diri pada pengawasan lalu-lintas di selat-selat daripada mendirikan monumen-monumen yang tahan lama, hanya meninggalkan menara-menara bata yang tidak menonjol dan sejumlah kecil prasasti.

Dari raja-raja itu, sejarah Dinasti Song memperkenalkan Si-li-Hu-ta-hsia-li-tan (pada tahun 960 M) dan Shih-li Wu-yeh (pada tahun 962 M), yang kedua-duanya mungkin sekali merupakan transkripsi dari nama yang sama: Sri Udayaditya (varman). Utusan-utusan tahun 971, 972, 974, dan 975 M tidak menyebutkan nama raja; utusan tahun 980 dan 983 M dikirim oleh seorang raja bernama Hsia-ch’ih, dalam bahasa Melayu ‘Haji’, yang merupakan gelar raja semata. Di bawah pemerintahan yang terakhir ini, pada tahun 983 M, agamawan Fa-yu yang kembali dari India, setelah di tempat itu dicarinya kitab-kitab suci, tiba di San-fo-ch’I dan bertemu dengan agamawan India Mi-mo-lo-shih-li (Wimalasri). Sesudah bertemu sebentar, Mi-mo-lo-shih-li menyampaikan permohonan kepada Fa-yu yang menyatakan keinginannya untuk pergi ke China dan di sana menerjemahkan kitab-kitab suci.

Menurut Sejarah Dinasti Song, pada tahun 988 M,
“Seorang utusan tiba dengan maksud menyerahkan upeti. Selama musim dingin tahun 992 M terbetik berita dari Kanton bahwa utusan itu, yang telah meninggalkan ibu kota China dua tahun sebelumnya, sesudah sampai wilayah selatan, mendengar bahwa negerinya telah diserbu oleh She-p’o (Jawa) dan sebagai akibat peristiwa itu, ia tinggal setahun di Kanton.
Pada musim semi 992 M, utusan itu pergi ke Champa dengan kapalnya, akan tetapi berita yang diterimanya kurang baik, sehingga ia kembali ke China dan memohon agar dikelurkan keputusan maharaja yang menempatkan San-fo-ch’I (Sriwijaya) di bawah perlindungan China”.
Arca Ratna Sambhawa
Kita telah melihat utusan–utusan Jawa pada tahun 992 M juga membawa ke China keterangan yang cocok dengan keadaan di atas. Mereka mengatakan bahwa negeri mereka terus menerus berperang dengan San-fo-ch’I (Sriwijaya). Namun mereka tidak mengatakan bahwa serangan itu datang dari Jawa. Menurut L.C.Damais, pengaruh Jawa terlihat dalam sebuah prasasti tahun 997 M dari bagian selatan Sumtera yang berbahasa Melayu Kuno. Sepertinya hal itu merupakan akibat tidak langsung dari ekspedisi itu.

Barangkali berkat perlindungan China yang sedikit banyak nyata, atau barangkali hanya karena diberikan persetujuan yang tidak terucapkan, maka Sriwijaya merasa terdorong untuk melaksanakan tindakan balasan atas Jawa.

Dari sejarah, kita belajar masa lalu, merencanakan masa depan, pijakkan tindakan saat ini. Semoga Damai Selalu didalam LindunganNya.

Sumber: buku karya George Coedes “Asia Tenggara Masa Hindu Budha”
Artikel ini merupakan kelanjutan dari Artikel "Kerajaan Mataram di Jawa (Abad ke 9 s.d. 10)"


Tidak ada komentar:

Posting Komentar