Minggu, 07 Oktober 2012

Wangsa Sailendra di Jawa dan di Sumatera dari Tahun 813 sampai Tahun 863 M

Wangsa Sanjaya menjadi bawahan Wangsa Sailendra, namun dapat bangkit kembali, dan Keturunan Wangsa Sailendra menjadi Raja di Sriwijaya. Bagaimana George Coedes menceritakannya? Mari kita simak bersama. Semoga bermanfaat. 

Patung Siwa dari Jawa Tengah (Abad 9 M)
Menurut sumber-sumber dari China, diketahui kemungkinan antara tahun 742 dan 755 M ibu kota kerajaan Ho-ling berpindah agak ke Timur. Perpindahan ini disebabkan karena munculnya wangsa Sailendra Buddhis ke atas tahta di Jawa Tengah. Bahwa She-p’o (menunjuk pada daerah Jawa menurut catatan China) tampil kembali pada tahun 820 M, dapat ditafsirkan sebagai penyatuan bagian tengah dan Timur di bawah wangsa Sailendra, atau – yang jauh masuk akal - sebagai berkuasanya kembali pangeran-pangeran beraliran Siva yang tadinya telah mengungsi ke Timur. 
Hal yang diketahui dari pengganti-pengganti Panangkaran, pendiri Kalasan, tidak lebih dari nama-nama mereka. Prasasti dari Balitung pada tahun 907 M mendaftarkan tanpa memberitahukan hubungan kekerabatannya dengan para Maharaja Panunggalan, Warak dan Garung yang ada prasastinya dari tahun 819 M dan barangkali menjadi agamawan, suatu hal yang menjelaskan nama Patapan dalam sebuah prasasti bertahun 850 M. 

Raja yang memerintah pada tahun 824 M adalah raja Samaratungga yang tidak disebutkan didalam daftar prasasti tahun 907 M tersebut, oleh karena ia merupakan salah seorang anggota wangsa Sailendra atasan dari Dinasti Sanjaya yang perwarisnya adalah Balitung. Mungkin kalau melihat kemiripan nama-nama mereka, ia harus diidentifikasikan dengan Samaragrawira, putra dari raja Sailendra dari Jawa yang disebutkan dalam Prasasti Nalanda

Patung Siwa Mahadewa Abad 9 M
Dari prasasti tahun 850 M, raja yang memerintah adalah Pikatan dan namanya juga disebutkan didalam prasasti tahun 907 M tersebut. Menurut J.G. de Casparis, Pikatan mungkin mulai memerintah kira-kira tahun 842 M. Pikatan juga dikenal dengan nama Kumbhayoni dan Jatiningrat. Ia menikahi Putri Pramodawardhani, yaitu anak raja Sailendra Samaratungga, suami Putri Tara dari Sriwijaya

Yang menarik dalam pemerintahan Pikatan adalah persengketaanya dengan iparnya Balaputra, “anak bungsu” Samaragrawira, alias Samaratungga. Kemenangannya atas Balaputra pada tahun 856 M kelihatannya menjadi sebab yang mendorong keberangkatan Balaputra ke Sriwijaya, negeri ibunya, Tara. 

Menurut Prasasti Nalada (kira-kira dari tahun 860 M), pada waktu itu Sriwijaya diperintah oleh “anak bungsu” (Bala Putra) dari Samaragrawira. Maka lebih tepat dikatakan Seorang Raja Sailendra yang memerintah di Java daripada seorang raja Sailendra dari Sumatera

Namun kemerosotan kekuasaan Wangsa Sailendra di bagian tengah Jawa, yang diiringi pulihnya kultus-kultus Hindu yang kelihatan dalam sebuah prasasti di Sekitar Prambanan (863 M), berakibat kukuhnya kekuasaan mereka di Sumatera. Hal ini tampak dalam sumber-sumber Arab dan Persia yang menyatakan hal tersebut pada abad ke 10 M. 

Yang dapat diketahui pada pertengahan abad ke 9 adalah bahwa Maharaja Suvarnadvipa adalah seorang anak bungsu (Bala Putra) dari raja Samaratungga di Jawa, dan seorang cucu dari raja Sailendra (Raja Jawa yang merupakan pembunuh dari pahlawan-pahlawan musuh). Mungkin sekali Sangramadhananjaya dari prasasti Kelurak, artinya raja Sailendra yang disebut pada sisi kedua batu bertulis di Ligor

Melalui ibunya Tara, ia adalah cucu dari Raja Dharmasetu yang pernah diidentifikasikan dengan Dharmapala dari dinasti Pala di Benggala, tapi kemungkinan juga ia adalah raja Sriwijaya. Balaputra mungkin sekali merupakan raja Sailendra pertama di Sriwijaya

Dari sejarah, kita belajar masa lalu, merencanakan masa depan, pijakkan tindakan saat ini. Semoga Damai Selalu didalam LindunganNya. 

Sumber: buku karya George Coedes “Asia Tenggara Masa Hindu Budha”
Artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel "Tersebarnya Buddhisme Mahayana pada Abad ke-8 M"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar